Rabu, 02 Oktober 2013

ISU REGIONAL MANAGEMENT LINGKUNGAN (TUGAS SOFTSKILL)

ABSTRAK
Nilai-nilai lingkungan memainkan peran utama dalam perilaku pro-lingkungan : nilai-nilai mempengaruhi masyarakat keyakinan, yang kemudian berpengaruh pada norma-norma pribadi yang mengarah pada perilaku pro-lingkungan konsumen. Jadi, jika pasar untuk produk ramah lingkungan adalah untuk menjadi mainstream , penting untuk melihat faktor apa yang mempengaruhi proses seleksi konsumen . Dalam pemasaran yang ramah lingkungan saat ini, branding kurang dimanfaatkan. Penggunaan afektif branding dalam menjual produk ramah lingkungan harus menjadi bagian dari strategi pemasaran.
Pengaruh emosi pada mempengaruhi keputusan , pembentukan sikap dan pengambilan memori dan peran bahwa emosi bermain di respon konsumen terhadap merek, harus diperhitungkan . Konsumen akan lebih cenderung memilih merek yang mereka tahu yang diproduksi oleh perusahaan yang produk dan proses yang lebih ramah lingkungan. Konsumen juga merasa baik tentang membeli merek yang kurang merusak lingkungan yang berbasis kognitif komunikasi pemasaran yang paling sering digunakan untuk menjual ramah lingkungan. Produk hanya berguna dalam beberapa cara konsumen membentuk sikap produk sehingga membatasi daya tarik mereka.

BAB  I
PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang
Industrialisasi tidak bisa terlepas dari tuntutan pengelolaan limbah. Oleh karena itu sangat beralasan jika Amurwaraharja (2003) menegaskan bahwa peningkatan volume dan keragaman limbah pada dasarnya adalah beban masyarakat karena dampak negatif yang mungkin timbul akibat keberadaan limbah yang tidak dikelola dan ini akhirnya akan dirasakan masyarakat. Oleh karena itu, permasalahan limbah harus dikelola oleh semua pihak, baik masyarakat dan pemerintah selaku pemegang otoritas pemerintahan. Salvato (1982) menegaskan beberapa aspek yang termasuk dalam kegiatan pengelolaan limbah yaitu: pewadahan (storage), pengumpulan (collection), pemindahan (transfer), pengangkutan (transport), pengolahan (processing) dan juga pembuangan akhir (disposal).
Problem limbah di kota bukanlah masalah baru karena sudah merupakan bagian dari konsekuensi, baik konsekuensi dari pertumbuhan dan perkembangan perkotaan, juga konsekuensi dari makin banyaknya rumah tangga di perkotaan yang melakukan berbagai aktivitas industri berskala rumah tangga yang menghasilkan berbagai bentuk limbah. Setiap individu di kota menghasilkan limbah rata-rata 0,50-0,65 kg per orang per hari dengan kepadatan 200 kg/m3. Pengelolaan limbah sangat terkait dengan aspek kesehatan masyarakat. Pengelolaan limbah yang tidak benar bisa memicu bencana bagi kesehatan, polusi udara, pencemaran air, dan hambatan bagi kegiatan kota.
Mayoritas limbah kota berbahan organik yang biodegradable (60-75%) yang berasal dari berbagai sumber. Jenis ini jika dibiarkan atau terlambat diolah akan membau. Biaya utama penanganan limbah kota diprediksi yaitu 50% untuk pengumpulan atau angkutan, 40% untuk pembuangan dan 10% untuk daur ulang sehingga biaya yang harus ditanggung setiap keluarga pertahun mencapai kisaran nilai yang tidak kecil. Mengolah limbah kota harus melibatkan semua lapisan masyarakat.
Pengelolaan limbah kota hingga tuntas, tidak saja memerlukan teknik pengolahan limbah berskala besar yang butuh padat modal, tapi juga secara bersamaan butuh proses penerapan teknik pengolahan limbah berskala kecil yang bisa terdistribusi dalam jumlah banyak sehingga dapat mengurangi beban limbah secara terpusat dan menjadi sarana penting bagi pemeliharaan praktik budaya mengolah limbah secara lebih mandiri, yang akan menjadi basis ketahanan ekosistem pada saat unit berskala besar mengalami gangguan.
Penanganan limbah di perkotaan, termasuk Solo merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai kini menjadi tantangan terberat. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang pesat di kota, termasuk keberagaman industri kecil, termasuk industri tahu - tempe, telah memicu jumlah limbah dan aspek persoalannya. Diprediksi paling banyak hanya 60% - 70 % yang bisa terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab masalah kebersihan, misalnya Dinas Kebersihan. Limbah yang tak terangkut ditangani swadaya atau tercecer dan secara sistematis terbuang ke mana saja. Dari beragam limbah yang ada, salah satunya yang menarik dikaji adalah limbah industri tahu - tempe karena makanan ini adalah identik dengan makanan pokok rakyat di Indonesia sehingga penanganan limbahnya menjadi sangat menarik dikaji. Sebagian besar industri tahu – tempe merupakan industri rumah tangga yang belum memiliki unit pengolahan limbah dan di sisi lain sebanyak 1,5 - 3 m3 limbah cair dihasilkan setiap pengolahan satu kuintal kedelai sehingga persoalan ini dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan.
Prinsip pembuatan tahu mengekstrak protein kedelai melalui penggilingan biji kedelai menggunakan air. Konsumsi kedelai masyarakat Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,24 juta ton dan lebih separuh konsumsi kedelai dipakai untuk pembuatan tahu.

1.2  Rumusan Masalah
Dari pemahaman tentang pentingnya kesadaran lingkungan dan semakin tingginya perhatian terhadap isu manajemen lingkungan serta tuntutan produk yang ramah lingkungan, maka kajian pustaka ini lebih memfokuskan pada temuan riset empiris terkait pengelolaan limbah hasil produksi, utamanya dari kasus industry tahu – tempe.

1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan kajian pustaka ini adalah memberikan gambaran terkait manajemen lingkungan dan juga aspek isu industrialisasi yang ramah lingkungan dengan meminimalisasi pencemaran dari hasil produksi yang kemudian identik dengan komitmen revolusi hijau. Oleh karena itu, manfaat kajian pusataka ini adalah membuka wacana dan wawasan tentang urgensi produksi yang bersih sehingga mereduksi pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi.


BAB    II
LANDASAN TEORI


2.1  Isu Manajemen Lingkungan
Isu tentang manajemen lingkungan kini menjadi kajian yang sangat intens terkait dengan semakin tingginya kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat pesatnya era industrialisasi. Realitas ini akhirnya tidak bisa terlepas dari tuntutan terhadap pemenuhan produk yang ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan green product. Intensitas riset tentang problem – isu manajemen lingkungan pada akhirnya memicu pertanyaan apakah hal ini dapat meningkatkan kesadaran produsen untuk meningkatkan kepedulian bagi proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
Potret egoisme manusia yang memicu ketidakseimbangan lingkungan memang telah melampaui ambang batas kewajaran. Kondisi lingkungan tidak pernah dilihat sebagai bagian intergral pembangunan. Lingkungan telah dieksploitasi demi meningkatkan devisa dan memacu pendapatan negara - PAD, tetapi tidak dibarengi dengan penyelamatan – rehabilitasi. Ironisnya, hal ini kian marak terjadi di era otda. Terkait ini, maka harus ada kebijakan alternative untuk mengurangi dampak industrialisasi. Penanganan terhadap limbah pada dasarnya sangat terkait dengan peran masyarakat. Pengertian masyarakat tidak hanya terbatas penduduk di permukiman, tapi juga semua penghasil limbah, termasuk pengusaha kecil tahu dan tempe. Sampai kini andalan utama menyelesaikan masalah limbah yaitu pemusnahan dengan landfilling di TPA. Problem penanganan limbah disebabkan menurunnya kinerja dari pengelolaan limbah akibat perubahan tatanan pemerintahan. Untuk menangani limbah, pemerintah telah menentukan perencanaan strategis dalam Kebijakan Nasional Bidang Persampahan (2006-2010), yaitu :
1.      Pengurangan sampah semaksimal mungkin yaitu dimulai dari sumbernya,
2.      Mengedepankan peran dan partisipasi masyarakat sebagai mitra pengelolaannya,
3.      Perkuatan kapasitas kelembagaan pengelolaan persampahan,
4.      Pemisahan fungsi regulator dan operator,
5.      Pengembangan kemitraan dengan swasta,
6.      Peningkatan pelayanan untuk mencapai sasaran,
7.      Model penerapan prinsip pemulihan biaya secara bertahap,
8.      Peningkatan efektifitas penegakan hukum

Keberhasilan pengelolaan limbah akan tergantung kemauan politis khususnya yaitu dari pengelola kota. Kemauan ini dimulai dari pemahaman dan juga kesadaran akan pentingnya sektor ini sebagai salah infrastruktur kota yang dapat menceminkan nilai keberhasilan dalam mengelola kota. Dari sini maka peran swasta perlu dilibatkan dalam penanganan limbah, termasuk partisipasi dalam upaya daur ulang, pengolahan dan juga pemusnahan limbah kota. Teknologi yang berbasis peran masyarakat perlu mendapatkan prioritas, agar keterlibatan mereka menjadi terarah. Prinsip pengelolaan limbah harus dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Untuk bisa mencapai hal itu, ada asumsi dalam pengelolaan limbah yang harus diganti dengan tiga prinsip baru yaitu:
1.      Sampah yang dibuang harus dipilah sehingga tiap bagian bisa dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini.
2.      Industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk lebih memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah dan limbah. Pembuangan sampah – limbah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi.
3.      Program-program sampah dan limbah kota haruslah disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidaklah mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) menjadi komponen penting dalam sistem penanganan sampah dan limbah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus bisa menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di perkotaan.

2.2  Industrialisasi dan Kepedulian Lingkungan
Salah satu industri yang terkait pembuangan limbah yaitu industri tahu - tempe yang berbahan baku kedelai yang diakui sebagai makanan tradisional yang bergizi tinggi. Krisdiana dan Heriyanto (2000) menegaskan bahwa preferensi penggunaan kedelai untuk berbagai industri pangan olahan relatif berbeda sehingga limbah yang dihasilkan juga berbeda, baik secara kuantitas atau kualitas. Khusus untuk industri tahu dan tempe menginginkan kedelai yang berukuran sedang hingga besar, berkadar pati tinggi, berwarna kuning dan berkulit tipis. Konsekuensi atas kuantitas - kualitas limbah yang dihasilkan dari industri tahu dan tempe maka ancaman pencemaran tidak bisa dipandang remeh. Dari kondisi ini maka degradasi kualitas sumberdaya alam terjadi di mana-mana. Pencemaran industri sudah menurunkan kelas air ketingkat yang tidak dapat lagi dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Hal ini ternyata juga menimpa kondisi air di Solo.
Dampak negatif pencemaran tidak hanya memicu nilai kerugian ekonomis dan ekologis, tapi juga membahayakan kesehatan. Tingginya jumlah penduduk di perkotaan, mengakibatkan limbah padat - cair kian meningkat. Kontribusi pencemar organik oleh limbah cair dari manusia telah mencapai 50% - 75% dari limbah cair total dan ada kecenderungan terus meningkat.
Menurut Kasi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Solo, Djoko Haryadi, air tanah di Solo dinilai tidak layak konsumsi karena memiliki kandungan zat besi dan kapur yang tinggi yang membahayakan kesehatan. Selain zat besi dan kapur, pencemaran bakteri ecoli di air tanah di hampir semua daerah Kota Solo mencapai 30%. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, menjadi salah satu faktor pendukung buruknya kualitas air tanah di Solo karena Solo tergolong terpadat penduduknya di Jawa Tengah. Tingkat kepadatan penduduk Solo berada dalam kisaran 12.000/km². Kepadatan penduduk ini membuat air yang teresap di tanah tidak lagi bagus, karena terkadang air sumur tercemar buangan tinja. Meskipun pencemaran cukup tinggi, bukan berarti air tanah di Solo sama sekali tak bisa dikonsumsi warga asal direbus terlebih dahulu
Sampling yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota terhadap 180 sumur air tanah di tiga kecamatan di Solo menunjukkan mayoritas sumur warga memiliki kedalaman kurang 10 meter. Di Kecamatan Jebres misal, 90% warga menggunakan air tanah dan dari besaran itu sebanyak 60% sumur warga berkedalaman kurang 10 meter. Di Kecamatan Serengan ada 63% penduduk yang menggunakan sumur air tanah dan 18% dari sumur itu berkedalaman kurang dari 10 meter. Di Kecamatan Pasar Kliwon, 83% warga masih memakai sumur air tanah dan dari jumlah itu, 90% sumur berkedalaman kurang dari 10 meter.
Buruknya kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh industri di Solo, termasuk industry kecil tahu - tempe tentu tidak lepas paradigma pembangunan di Solo yang memanjakan pencemar dan mengabaikan dampak industri terhadap lingkungan hidup. Adanya kepentingan untuk meminimalisasi pencemaran akibat dari limbah, maka setidaknya enam faktor penting yang mendorong industri untuk selalu melakukan pencemaran.
Dari kasus itu maka kepedulian industri terhadap lingkungan tak bisa lagi dianggap remeh, termasuk juga dari kalangan pengusaha kecil tahu – tempe di Solo. Sektor industri yang perlu mendapat perhatian serius terkait dengan manajemen lingkungan dan limbah hasil dari industrinya yaitu:
1.      Limbah Industri Pangan
Sektor industri - usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan antara lain: tahu, tempe, tapioka dan juga pengolahan ikan. Limbah usaha kecil pangan bisa memicu masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Limbah industri tahu, tempe, tapioka, industri hasil laut dan industri pangan lain dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.
2.      Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan
Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatan membutuhkan air sangat besar sehingga limbah cair yang dikeluarkan juga besar. Air limbahnya bersifat mencemari karena didalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang terbentuk selama proses permentasi berlangsung. Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya, juga air sisa pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan Ca SO4, gas berupa uap alkohol. Kategori limbah industri ini adalah limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang mencemari air dan udara.
Kegiatan lain dalam sektor ini yang mencemari lingkungan yaitu industri yang memakai bahan baku galian seperti batako putih, genteng, batu kapur/gamping dan batu bata. Pencemaran timbul akibat penggalian yang dilakukan menerus sehingga meninggalkan kubah yang sudah tidak mengandung hara sehingga apabila tidak dikreklamasi tidak dapat ditanami untuk ladang.
1.      Limbah Industri Sandang Kulit & Aneka
Industri dalam sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing, penyamakan kulit dapat mengakibatkan pencemaran karena proses pencucian memerlukan air sebagai mediumnya. Dari proses ini menimbulkan air buangan (bekas proses), dimana air buangannya mengandung sisa-sisa warna, Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun (mengandung limbah B3 yang tinggi).
2.      Limbah Industri Logam & Ekektronika.
Bahan buangan yang dihasilkan industri besi baja seperti mesin bubut, cor logam dapat memicu pencemaran lingkungan. Sebagian besar bahan pencemarnya berupa debu, asap dan gas yang mengotori udara sekitar. Selain itu, kebisingan yang ditimbulkan mesin dalam industri baja (logam) mengganggu ketenangan. Kadar bahan pencemar dan tingkat kebisingan yang tinggi dapat mengganggu kesehatan, baik yang bekerja di pabrik atau masyarakat sekitar. Meski industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini mencemari air karena buanganya mengandung minyak pelumas danasam-asam dari proses pickling untuk membersihkan bahan plat, sedangkan bahan buangan padat dapat dimanfaatkan kembali.



BAB  III
PENUTUP


3.1  Analisa Pembahasan
Penjabaran diatas menegaskan bahwa isu manajemen lingkungan saat ini merupakan salah satu aspek terpenting dalam proses produksi sehingga semua unit usaha, baik skala besar ataupun industri rumah tangga kecil, harus memperhatikan hasil pembuangan limbahnya. Kasus ini juga dialami oleh sentra industri tahu dan tempe di Solo dan karenanya perlu ada penanganan secara kolektif sehingga terbangun suatu kesadaran kolektif terhadap kepedulian lingkungan.



  

REFERENSI



www.google.com  
www.wikipedia.org